PRINGSEWU – Program Makan Bergizi (MBG) kembali menjadi sorotan setelah sejumlah orang tua siswa Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Pringsewu menyampaikan keluhan melalui media sosial. Mereka menilai porsi makanan yang diberikan tidak sesuai standar gizi, bahkan ada anak-anak yang hanya memakan nasi tanpa lauk karena rasa makanan dianggap kurang cocok.
Keluhan itu pertama kali diunggah oleh akun Facebook bernama M.S. dalam sebuah grup. Ia memperlihatkan foto menu MBG yang diterima anaknya berisi nasi, telur dadar, tahu goreng, sedikit sayuran, dan buah dengan porsi terbatas.
“Seperti ini di sekolah anakku di Pringsewu,” tulis M.S. dalam unggahannya.
Unggahan tersebut kemudian menuai beragam komentar dari warganet. Ada yang menilai porsi menu terlalu sedikit, ada pula yang menyebut anak-anak enggan makan karena rasa bumbu yang dianggap hambar. Beberapa warganet bahkan menyebut lauk dan sayur sering dibawa pulang dalam keadaan utuh karena anak hanya mengonsumsi nasi.
Padahal, menu MBG sejatinya sudah mencakup unsur karbohidrat, protein, sayur, dan buah. Namun porsi yang kecil dan kurang bervariasi membuat sebagian orang tua menilai sajian itu belum sepenuhnya memenuhi standar gizi seimbang.
Program MBG sendiri dikelola melalui Dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di tingkat kecamatan. Dapur ini bertanggung jawab menyediakan dan mendistribusikan menu ke sekolah-sekolah. Jika ada pengurangan porsi lauk atau sayur, hal itu dapat dianggap sebagai bentuk kelalaian yang berpotensi melanggar standar gizi program pemerintah.
Menanggapi keluhan tersebut, pihak pengelola memberikan klarifikasi. Kepala SPPG yang mendistribusikan makanan ke SLB Negeri Pringsewu, Nurohmad Sofyan, menyampaikan permohonan maaf dan mengakui adanya kemungkinan kesalahan dalam porsi sajian.
“Kami meminta maaf jika ada kelalaian karena porsi untuk SLB tertukar. Kami akan segera melakukan evaluasi agar tidak terulang kembali,” ujar Nurohmad.
Ia menjelaskan, khusus untuk siswa SLB, resep makanan memang memiliki aturan berbeda dibandingkan sekolah umum. Hal ini karena anak-anak berkebutuhan khusus tidak bisa sembarangan mengonsumsi makanan dengan rasa gurih atau terlalu asin.
“Tidak semua bumbu bisa dipakai. Kami mengacu pada aturan yang melarang penggunaan rasa berlebihan. Jadi kalau ada orang tua merasa masakan hambar, itu karena memang disesuaikan dengan kondisi anak-anak SLB,” jelasnya.
Nurohmad menegaskan pihaknya berkomitmen menjaga kualitas program MBG agar benar-benar memberikan manfaat sesuai tujuan awal pemerintah, yaitu memastikan anak-anak, termasuk siswa SLB, tetap memperoleh makanan bergizi seimbang setiap hari. (*)